Jumat, 09 Desember 2016

Guru dan Pengabdian

Kesadaran ini muncul ketika ada perasaan yangdirasakan setelah obrolan orang lain yang menjadi trending topik setiap kali berjumpa dan duduk bersama. Obrolan soal masa depan, itulah topik paling unik untuk di bahas pada periode ketika umur beranjak memasuki dunia yang namanya dunia kedewasaan dan realitas kehidupan ada di depan mata. Dimana tingginya logika pada cara berpikir anak muda kebanyakan, sehingga hal-hal yang tidak realistis cukup disimpan dalam mimpi dan terlupakan. Bicara soal masa depan dan cita-cita pastilah setiap orang memiliki banyak pilihan dan rencana, tetapi mungkin kah semua list yang telah kita kumpulkan akan terealisasikan ? pastinya tidak semuanya karena hal terpenting saja yang akan benar-benar terwujud. Sepertilah dunia berjalan karena impian-impian itu juga bersentuhan langsung dengan impian orang lainnya, bisa saling melengkapi bisa saling menghapus karena suatu kondisi tertentu.
Guru seperti jendela yang menuntun kita melihat dunia luar

Kembali pada obrolan yang menjadi trending topik yaitu soal masa depan, masa depan para guru di negeri ini. Seolah-olah bahwa profesi guru adalah hal yang cocok bagi orang-orang yang berani kehilangan nilai, khususnya nilai secara nominal, sebab hanya dengan sebuah kata yaitu “Pengabdian” maka luruh semua kualitas dan ilmu yang di miliki seorang guru tersebut. Dengan sebuah jargon klise yang berbunyi bahwa “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa” ini mirip pembodohan dalam lini profesi, sehingga guru dianggap hanya seorang yang berperan menilai sekelompok siswa dan orang yang menjadi martir bagi para pejabat yang korup mungkin.


Pada dasarnya setiap profesi atau pekerjaan ada unsur pengabdiannya dan setiap yang di kerjakan pasti akan  di persembahkan untuk seseorang atau pun suatu hal pastinya, tidak mungkin seseorang bekerja hanya untuk mengisi waktu luang dan hanya untuk mencari suasana baru bukan ? menjadi tantara jelas mengabdi pada negara, menjadi ilmuan jelas mengabdi pada negara dan ilmu pengetahuan, menjadi pendakwah pasti diabdikan untuk kepentingan umat dan agamanya dan menjadi ibu atau ayah maka jelas diabdikan untuk anak-anak dan keluarganya. Sesuatu jadi salah pengertian hanya menyematkan kata “Pengabdian” sebagai dalih kontribusi bagi bangsa padahal seacara logika kita dibayar sesuai apa yang telah kita kerjakan, apapun pekerjaannya, apapun keahliannya seharusnya dibayar sesuai kontentnya tak memlulu soal pengabdian jadi melupakan hal ini. Bekerja dalam keburukan maka jelas bayaran yang diperoleh adalah hukuman dan sangsi sosial, bekerja untuk kabaikan bangsa dan umat pastinya diberikan jaminan hidup layak tetapi khianat selalu merubah jalan ceritanya, nyatanya kebaikan yang telah terkonstruksi luruh. Bukan maksud menagih imabalan tetapi Karena sudah keterlaluan bahwa guru diremehkan hanya di labeli sebagai profesi pengabdian, seharsnya tidak seperti itu bahwa semua profesi juga seharusnya menjadi simbol pengabdian sama seperti profesi guru. Penting untuk di ingat bahwa pekerjaan yang telah di lalui seorang guru berbanding terbalik dengan hasilnya dan mengisyaratkan bahwa dibayar murah pun tak mengapa toh ini bukti pengabdian, lalu yang menentukan kebijakan lupa bahwa dulu ia berada di situ pun berawal dari seorang guru teladan yang sabar mengajarinya soal-soal kehidupan. Selamat telah sadar.