Sabtu, 16 Februari 2013

Anomali


Pukul 00:20 aku mulai terjaga
Menuliskan apa yang aku suka
Tertunduk sambil terus mengayunkan pena
Sebentar berhenti, berfikir esok tiba
Apakah esok akan seperti apa
Tak tau jawabnya dan hening

Seutas rambut tergurai
Menutupi mata, indra penglihatan
Namun mata bathin akan tetap melihat
Melihat semua indah dunia fana

Sampaikan pesan melalui hembusan nafas
Pada bulan di larut malam
Pada awan pekat yang menutupi bintang
Tak perlu berfikir, tak usah ragu

Semua pasti akan tau
Hanya hati yang suci
Yang sanggup menerka senyum
Solidaritas pasti terkandung dalam persahabatan.

Terusik


Derap langkah serasa memeking dikesunyian
Terdengar jelas dalam bathin yang lelah
Hujan tak kunjung tiba menetes
Negeriku yang haus akan sebuah pencarian
Berkelana menemukan kembali Ibu Pertiwi
Malam hingga malam dilalui hanya sepi terasa
Tak jua ada sosok dari sang Ibu Pertiwi
Dimana kau selalu pergi saat malam terbangun
Inikah yang kau maksud kenyamanan
Tapi terasa hambar bagi jiwa raga kami
Tanah ini………
Negeri ini……….
Mewariskan kemewahan idealism semu.
“Aku Ibu Pertiwi, selalu ada sejak kau membuka mata. Hingga berhari-hari kau meminum dan hidup dari air ditanah Ibu Pertiwi ini, aku ada di hati kau, dan karena itu kamu semestinya merenunginya. Tidaklah menutup mata dalam hidup di tanah Ibu Pertiwi.” 

25 Jam

Sang surya memang telah lelah
Tenggelam dalam penat
Peluh menyinari negeri ini
Langit berubah berwarna pekat

Hati terasa lega
Walau gelap menyelimuti
Was-was hilang keluar
Bimbang tak lagi menerka

Sedari tadi terdiam
Menyadari hari esok telah menunggu
Tangan gemetar berpegang bahu
Mata memicing silau sinar lampu

Mereka datang saat pekat dihati
Kami membagi rasa bersama
Tak peduli angin malam menerpa
Sahabat tetaplah terjaga bersamaku…..