Kesadaran ini muncul ketika ada perasaan yangdirasakan setelah
obrolan orang lain yang menjadi trending topik setiap kali berjumpa dan duduk
bersama. Obrolan soal masa depan, itulah topik paling unik untuk di bahas pada
periode ketika umur beranjak memasuki dunia yang namanya dunia kedewasaan dan realitas
kehidupan ada di depan mata. Dimana tingginya logika pada cara berpikir anak
muda kebanyakan, sehingga hal-hal yang tidak realistis cukup disimpan dalam
mimpi dan terlupakan. Bicara soal masa depan dan cita-cita pastilah setiap
orang memiliki banyak pilihan dan rencana, tetapi mungkin kah semua list yang
telah kita kumpulkan akan terealisasikan ? pastinya tidak semuanya karena hal
terpenting saja yang akan benar-benar terwujud. Sepertilah dunia berjalan karena
impian-impian itu juga bersentuhan langsung dengan impian orang lainnya, bisa saling
melengkapi bisa saling menghapus karena suatu kondisi tertentu.
Guru seperti jendela yang menuntun kita melihat dunia luar |
Kembali pada obrolan yang menjadi trending topik yaitu soal
masa depan, masa depan para guru di negeri ini. Seolah-olah bahwa profesi guru
adalah hal yang cocok bagi orang-orang yang berani kehilangan nilai, khususnya
nilai secara nominal, sebab hanya dengan sebuah kata yaitu “Pengabdian” maka
luruh semua kualitas dan ilmu yang di miliki seorang guru tersebut. Dengan sebuah
jargon klise yang berbunyi bahwa “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa” ini
mirip pembodohan dalam lini profesi, sehingga guru dianggap hanya seorang yang
berperan menilai sekelompok siswa dan orang yang menjadi martir bagi para
pejabat yang korup mungkin.
Pada dasarnya setiap profesi atau pekerjaan ada unsur pengabdiannya
dan setiap yang di kerjakan pasti akan di
persembahkan untuk seseorang atau pun suatu hal pastinya, tidak mungkin
seseorang bekerja hanya untuk mengisi waktu luang dan hanya untuk mencari
suasana baru bukan ? menjadi tantara jelas mengabdi pada negara, menjadi ilmuan
jelas mengabdi pada negara dan ilmu pengetahuan, menjadi pendakwah pasti
diabdikan untuk kepentingan umat dan agamanya dan menjadi ibu atau ayah maka
jelas diabdikan untuk anak-anak dan keluarganya. Sesuatu jadi salah pengertian
hanya menyematkan kata “Pengabdian” sebagai dalih kontribusi bagi bangsa
padahal seacara logika kita dibayar sesuai apa yang telah kita kerjakan, apapun
pekerjaannya, apapun keahliannya seharusnya dibayar sesuai kontentnya tak memlulu
soal pengabdian jadi melupakan hal ini. Bekerja dalam keburukan maka jelas
bayaran yang diperoleh adalah hukuman dan sangsi sosial, bekerja untuk kabaikan
bangsa dan umat pastinya diberikan jaminan hidup layak tetapi khianat selalu
merubah jalan ceritanya, nyatanya kebaikan yang telah terkonstruksi luruh. Bukan
maksud menagih imabalan tetapi Karena sudah keterlaluan bahwa guru diremehkan
hanya di labeli sebagai profesi pengabdian, seharsnya tidak seperti itu bahwa
semua profesi juga seharusnya menjadi simbol pengabdian sama seperti profesi
guru. Penting untuk di ingat bahwa pekerjaan yang telah di lalui seorang guru berbanding
terbalik dengan hasilnya dan mengisyaratkan bahwa dibayar murah pun tak mengapa
toh ini bukti pengabdian, lalu yang menentukan kebijakan lupa bahwa dulu ia
berada di situ pun berawal dari seorang guru teladan yang sabar mengajarinya
soal-soal kehidupan. Selamat telah sadar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar