Postkolonialisme ? ada yang tahu itu mahkluk apaan ?
Hmm saya juga baru dengar nih gaes, tapi menarik nih pas
saya dengar-dengar ceritanya.
Jadi gini postkolonialisme itu katanya kajian soal fenomena penjajahan yang terjadi di era sesudah
penjajahan. Loh kok ada penjajahan padahal udah merdeka udah ga jamannya
perang ngelawan “walanda” ? ini aneh banget absurd, eitss nanti dulu gaes ini
baru awalan aja, nih ceritanya.
Postkolnialisme itu gini nih, kajian tentang penjajahan model baru (new imperialism) yang terjadi
mulai abad ke-20 sampai sekarang, yang dialami bangsa-bangsa Timur, oleh Barat. Modus operasinya dengan menggunakan media yang utama adalah dengan
kekuatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan (bersifat persuasif). Itu copas dari slide shownya si pak dosen
saya haha, bahasanya formal banget yak haha. Jadi melalui ilmu pengetahuan dan
budaya orang-orang “walanda” bikin istilah Timur dan Barat atau bisa di sebut
politik geografis yang mana timur identik dengan keterbelakangan dan kemiskinan
lalu barat adalah segala sumber kebenaran dan ilmu pengetahuan juga budaya yang
maju. Asik yak cara mereka main perang-perangannya hehe, ga main fisik tapi
mainnya telepati lewat politik geografis atau ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Nah kalau Kolonialisme itu gini nih, Merupakan penjajahan
khas yang terjadi pada sekitar abad ke-16 sampai dengan awal abad ke-20, yang
terjadi pada bangsa-bangsa Timur oleh Barat. Modus operasinya,
menggunakan media utama, yakni kekuatan senjata dan kekerasan (coercive),
untuk menguasai wilayah jajahan. Nah yang suka pake kekerasan dan senjata
berarti itu masih kena imbas atau pangeruh masa kolonialisme jaman behula tuh,
makanya jangan main tonjok atau main pukul tapi pake dong cara yang elgan
sedikit lah, pakailah otaknya haha.
Ada fakta mengejutkan, Ketika pada medio abad ke-20 dan di sepertiga sesudahnya, pada waktu
kolonialisme fisik, di semua
negara berkembang rontok satu per satu, ternyata era kolonialisme oleh Barat
secara substantif tidak secara serta merta hilang dari kamar peradaban. Wow aku terkejut haha, intinya walaupun
perang telah usai tetapi penjajahan terus ada yaitu tadi dengan cara telepati
atau menggunakan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagai senjatanya untuk
merusak atau mengelabui bangsa yang dijajah sehingga mudah untuk mengeruk
kekayaan alam dan kekayaan budayanya. You know lah faktanya sekarang ni.
Kolonialisme
tidaklah berakhir dengan berakhirnya pendudukan kolonial. Saat ini, penggelaran
operasi kekuasaan tersebut telah berganti baju, dan dengan cara yang lebih canggih,
yakni penjajahan melalui sistem ilmu
pengetahuan dan kebudayaan yang amat ideologis. Fenomena inilah, yang
diistilahkan oleh Antonio Gramsci sebagai konsep ‘hegemoni’. Wah ini nih
makin seru, Hegemoni yang sering kita denger kalau lagi nonton liga spanyol
pasti yang dibahas antara Barcelona sama real Madrid, lah iya meraga yang
meng-Hegemoni sih. Jadi siapa yang sekarang jadi rujukan belajar kita di
sekolah, di kampus ? jadi siapa yang jadi idola buat kemajuan budaya juga ilmu
pengetahuan ? bisa lah di jawab sendiri yah.
Istilah
‘hegemoni’ berasal dari bahasa Italia egemonia/egemon, yang artinya
penguasa atau yang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan versi hegemoni, dilakukan bukan dengan cara kekerasan (coercive) melainkan secara persuasif, dengan
menguasai kesadaran mental dan jiwa yang dijajah, terutama melalui ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Idih
serem amat yak mereka sampai segitunya baut ngejajah kita ni, jadi siap aja nih
yang masih belum sadar mental atau jiwanya ? saya sih masih belum sadar-sadar
amat habisnya baru bangun tidur sih hehe.
Melalui hegemoninya, kolonialisme modern, telah membentuk kekerasan yang
lain, dengan melembagakan hierarkhi atas subjek-subjek dan pengetahuan yang
abadi, yakni: ‘penjajah dan terjajah’, ‘Barat dan Timur’, ‘beradab dan
primitif’, ‘ilmiah dan tahyul’, ‘maju dan berkembang’. Politik keadaan
diman yang benar adalah yang barat, beradab, ilmiah dan maju padahal kita ga
butuh cara barat, ga butuh berdabnya mereka kita punya cara beradab sendiri kan
? kita ga butuh sistematika ilmiah kita lebih asik pake cara metafisika pake
hal-hal tradisi yang memang sesuai dengan kondisi alam dan mausia kita, kita ga
buth maju ala barat kita udah maju dari mereka punya kerajaan yang lebih tua
dari mereka dan punya kebudayaan yang lebih beragam dari meraka. Jadi kita
masih minder dang a sadar gitu ?
Dampak dari
peneguhan skematik ini adalah, yang terjajah harus dipostulatkan sebagai citra
yang terbalik negatif dari penjajah. Agar Eropa muncul sebagai satu-satunya
sumber kebenaran, maka dunia si terjajah harus dikosongkan dari makna.
Kita kehilangan jati diri kita, kita tak sadar kita itu ada dan kita menjadi
orang asing di negeri sendiri. Makna akan diri sendir saja tak paham.
Hegemoni Barat atas Timur, ujung-ujungnya adalah untuk
membuat standar ideal tentang apa pun itu, adalah harus merujuk ke Barat. Barat
tidak pernah mampu melihat, bahwa yang namanya sesuatu yang ideal atau baik
itu, mestinya juga ada di Timur. Sehingga Barat membangun dua kutub opsisi
biner yang berlwanan; yakni Timur adalah serba negatif, sebaliknya Barat adalah
serba positif. Itu merupakan tujuan mereka entah itu terencana atau memang tak
sengaja atau memang karakter mereka yang cenderung seperti itu saya pun
bertanya dalam hati mbok yo ojo ngoyo gitu deh. Serakah amat sih.
Oleh karena itu
pula, apa pun ekspresi Barat terhadap Timur, akhirnya tetap dianggap sebagai
sesuatu hal yang senantiasa positif maknanya, bahkan termasuk penjajahan
sekali pun. Konon katanya yang
namanya penjajahan itu, merupakan tugas suci Barat untuk “memberadabkan’ Timur. Helloww ini yang beradab yang mana sih
yang suka menjajah atau yang di jajah ? mana mungkin yang menjajah itu lebih
beradab, lah wong merusak sifatnya.
Dunia dengan segala kesemestaannya, yang kodratnya berbeda (plural);
akhirnya secara perlahan oleh Barat hendak dibuat menjadi ‘kodratnya’ yang baru
yakni sifatnya sama singular dan universal. Adanya standar universalitas peradaban dunia yakni adalah peradaban Barat. Itu tuh Akibat dari Hegemoni barat.
Perbedaan Nilai-nilai
Timur dan Barat
- Sikap terhadap alam.
·
Rasio atau
akal budi memegang peranan utama. Dengan kekuatan rasio itulah, dunia Barat
mengembangakn ilmu dan membebaskan manusia dari mitos-mitos, dan bahkan
akhirnya juga digunakan untuk menaklukkan alam semesta.
·
Sementara
itu, Timur lebih menekankan pada unsur intuisi, yang misalnya ditunjukkan pada
tujuan belajar itu untuk mengantarkan manusia menjadi bijaksana dalam arti yang
luas, baik bijaksana kepada
Tuhan, sesama, maupun alam semesta.
·
Sikap
tersebut akhirnya juga menandai pada ciri yang kedua, yakni bagaimana manusia
Timur dan Barat itu bersikap terhadap alam. Manusia Timur memandang alam berbeda sama sekali jika dibandingkan
dengan Barat: kalau dalam pandangan Barat, alam harus ditaklukkan, sementara
itu di Timur, alam harus dijaga keharmonisannya, karena juga dianggap mempunyai
jiwa.
·
Konsekuensi
dari ideal hidup ini, membuat manusia Timur cenderung pasif, konvensional, dan
dengan sendirinya tidak menyukai konflik. Oleh karena itulah, tatkala manusia
Barat berdebat tentang cara memperoleh materi, manusia Timur justru diajarkan
untuk hidup tenang dan bersahaja (istilah Jawa: prasaja, samadya).
·
Barat
memandang manusis sebagai individu yang berhadapan dengan masyarakat. Itulah
sebabnya, dalam dunia Barat, hak-hak individu lebih dikedepankan daripada
hak-hak kolektif.
·
Kebalikannya
dengan yang ada dalam filsafat Timur, manusia individu justru dipandang sebagai
bagian dari masyarakat. Dapat dikatakan, hal ini sinkron dengan cara pandang
filsafat Timur terhadap hubungannya dengan alam.
- Ideal atau cita-cita hidup.
·
Ideal
atau cita-cita hidup, dalam kebudayaan Barat meyakini bahwa “to do more
important than to be” (bertindak lebih penting daripada berada). Sikap
untuk mengisi hidup dengan selalu bertindak dan bekerja mendorong sikap
pemilikan dan pencapaian hasil setinggi mungkin.
·
Sebaliknya
di Timur, mempunyai keyakinan sebaliknya, yakni bahwa “to be is more
important than to do” (ada dan hadir lebih penting daripada bertindak).
3. Status persona
·
Barat
memandang manusia sebagai
individu yang berhadapan dengan masyarakat. Itulah sebabnya, dalam dunia Barat,
hak-hak individu lebih dikedepankan daripada hak-hak kolektif. Kebalikannya
dengan yang ada dalam kesadaran Timur, manusia individu justru dipandang
sebagai bagian dari masyarakat.
Sumber ilmu berasal dari slide show seorang Pak Dosen.
Sumber ilmu berasal dari slide show seorang Pak Dosen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar