Kamis, 02 Juni 2016

Postcolonial, antara adanya timur dan barat.



Postkolonialisme ? ada yang tahu itu mahkluk apaan ?
Hmm saya juga baru dengar nih gaes, tapi menarik nih pas saya dengar-dengar ceritanya.
Jadi gini postkolonialisme itu katanya kajian soal fenomena penjajahan yang terjadi di era sesudah penjajahan. Loh kok ada penjajahan padahal udah merdeka udah ga jamannya perang ngelawan “walanda” ? ini aneh banget absurd, eitss nanti dulu gaes ini baru awalan aja, nih ceritanya.
Postkolnialisme itu gini nih, kajian tentang penjajahan model baru (new imperialism) yang terjadi mulai abad ke-20 sampai sekarang, yang dialami bangsa-bangsa Timur, oleh Barat. Modus operasinya dengan menggunakan media yang utama adalah dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan (bersifat persuasif). Itu copas dari slide shownya si pak dosen saya haha, bahasanya formal banget yak haha. Jadi melalui ilmu pengetahuan dan budaya orang-orang “walanda” bikin istilah Timur dan Barat atau bisa di sebut politik geografis yang mana timur identik dengan keterbelakangan dan kemiskinan lalu barat adalah segala sumber kebenaran dan ilmu pengetahuan juga budaya yang maju. Asik yak cara mereka main perang-perangannya hehe, ga main fisik tapi mainnya telepati lewat politik geografis atau ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Nah kalau Kolonialisme itu gini nih, Merupakan penjajahan khas yang terjadi pada sekitar abad ke-16 sampai dengan awal abad ke-20, yang terjadi pada bangsa-bangsa Timur oleh Barat. Modus operasinya, menggunakan media utama, yakni kekuatan senjata dan kekerasan (coercive), untuk menguasai wilayah jajahan. Nah yang suka pake kekerasan dan senjata berarti itu masih kena imbas atau pangeruh masa kolonialisme jaman behula tuh, makanya jangan main tonjok atau main pukul tapi pake dong cara yang elgan sedikit lah, pakailah otaknya haha.
Ada fakta mengejutkan, Ketika pada medio abad ke-20 dan di sepertiga sesudahnya, pada waktu kolonialisme fisik, di semua negara berkembang rontok satu per satu, ternyata era kolonialisme oleh Barat secara substantif tidak secara serta merta hilang dari kamar peradaban. Wow aku terkejut haha, intinya walaupun perang telah usai tetapi penjajahan terus ada yaitu tadi dengan cara telepati atau menggunakan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagai senjatanya untuk merusak atau mengelabui bangsa yang dijajah sehingga mudah untuk mengeruk kekayaan alam dan kekayaan budayanya. You know lah faktanya sekarang ni.
Kolonialisme tidaklah berakhir dengan berakhirnya pendudukan kolonial. Saat ini, penggelaran operasi kekuasaan tersebut telah berganti baju, dan dengan cara yang lebih canggih, yakni  penjajahan melalui sistem ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang amat ideologis. Fenomena inilah, yang diistilahkan oleh Antonio Gramsci sebagai konsep ‘hegemoni’. Wah ini nih makin seru, Hegemoni yang sering kita denger kalau lagi nonton liga spanyol pasti yang dibahas antara Barcelona sama real Madrid, lah iya meraga yang meng-Hegemoni sih. Jadi siapa yang sekarang jadi rujukan belajar kita di sekolah, di kampus ? jadi siapa yang jadi idola buat kemajuan budaya juga ilmu pengetahuan ? bisa lah di jawab sendiri yah.
Istilah ‘hegemoni’ berasal dari bahasa Italia egemonia/egemon, yang artinya penguasa atau yang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan versi hegemoni, dilakukan bukan dengan cara kekerasan (coercive) melainkan secara persuasif, dengan menguasai kesadaran mental dan jiwa yang dijajah, terutama melalui ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Idih serem amat yak mereka sampai segitunya baut ngejajah kita ni, jadi siap aja nih yang masih belum sadar mental atau jiwanya ? saya sih masih belum sadar-sadar amat habisnya baru bangun tidur sih hehe.
Melalui hegemoninya, kolonialisme modern, telah membentuk kekerasan yang lain, dengan melembagakan hierarkhi atas subjek-subjek dan pengetahuan yang abadi, yakni: ‘penjajah dan terjajah’, ‘Barat dan Timur’, ‘beradab dan primitif’, ‘ilmiah dan tahyul’, ‘maju dan berkembang’. Politik keadaan diman yang benar adalah yang barat, beradab, ilmiah dan maju padahal kita ga butuh cara barat, ga butuh berdabnya mereka kita punya cara beradab sendiri kan ? kita ga butuh sistematika ilmiah kita lebih asik pake cara metafisika pake hal-hal tradisi yang memang sesuai dengan kondisi alam dan mausia kita, kita ga buth maju ala barat kita udah maju dari mereka punya kerajaan yang lebih tua dari mereka dan punya kebudayaan yang lebih beragam dari meraka. Jadi kita masih minder dang a sadar gitu ?
Dampak dari peneguhan skematik ini adalah, yang terjajah harus dipostulatkan sebagai citra yang terbalik negatif dari penjajah. Agar Eropa muncul sebagai satu-satunya sumber kebenaran, maka dunia si terjajah harus dikosongkan dari makna. Kita kehilangan jati diri kita, kita tak sadar kita itu ada dan kita menjadi orang asing di negeri sendiri. Makna akan diri sendir saja tak paham.
Hegemoni Barat atas Timur, ujung-ujungnya adalah untuk membuat standar ideal tentang apa pun itu, adalah harus merujuk ke Barat. Barat tidak pernah mampu melihat, bahwa yang namanya sesuatu yang ideal atau baik itu, mestinya juga ada di Timur. Sehingga Barat membangun dua kutub opsisi biner yang berlwanan; yakni Timur adalah serba negatif, sebaliknya Barat adalah serba positif. Itu merupakan tujuan mereka entah itu terencana atau memang tak sengaja atau memang karakter mereka yang cenderung seperti itu saya pun bertanya dalam hati mbok yo ojo ngoyo gitu deh. Serakah amat sih.
Oleh karena itu pula, apa pun ekspresi Barat terhadap Timur, akhirnya tetap dianggap sebagai sesuatu hal yang senantiasa positif maknanya, bahkan termasuk penjajahan sekali pun. Konon katanya yang namanya penjajahan itu, merupakan tugas suci Barat untuk “memberadabkan’ Timur. Helloww ini yang beradab yang mana sih yang suka menjajah atau yang di jajah ? mana mungkin yang menjajah itu lebih beradab, lah wong merusak sifatnya.
Dunia dengan segala kesemestaannya, yang kodratnya berbeda (plural); akhirnya secara perlahan oleh Barat hendak dibuat menjadi ‘kodratnya’ yang baru yakni sifatnya sama singular dan universal. Adanya standar universalitas peradaban dunia yakni adalah peradaban Barat. Itu tuh Akibat dari Hegemoni barat.
Perbedaan Nilai-nilai Timur dan Barat
  1. Sikap terhadap alam.
·         Rasio atau akal budi memegang peranan utama. Dengan kekuatan rasio itulah, dunia Barat mengembangakn ilmu dan membebaskan manusia dari mitos-mitos, dan bahkan akhirnya juga digunakan untuk menaklukkan alam semesta.
·         Sementara itu, Timur lebih menekankan pada unsur intuisi, yang misalnya ditunjukkan pada tujuan belajar itu untuk mengantarkan manusia menjadi bijaksana dalam arti yang luas, baik bijaksana kepada Tuhan, sesama, maupun alam semesta.
·         Sikap tersebut akhirnya juga menandai pada ciri yang kedua, yakni bagaimana manusia Timur dan Barat itu bersikap terhadap alam. Manusia Timur memandang alam berbeda sama sekali jika dibandingkan dengan Barat: kalau dalam pandangan Barat, alam harus ditaklukkan, sementara itu di Timur, alam harus dijaga keharmonisannya, karena juga dianggap mempunyai jiwa.
·         Konsekuensi dari ideal hidup ini, membuat manusia Timur cenderung pasif, konvensional, dan dengan sendirinya tidak menyukai konflik. Oleh karena itulah, tatkala manusia Barat berdebat tentang cara memperoleh materi, manusia Timur justru diajarkan untuk hidup tenang dan bersahaja (istilah Jawa: prasaja, samadya).
·         Barat memandang manusis sebagai individu yang berhadapan dengan masyarakat. Itulah sebabnya, dalam dunia Barat, hak-hak individu lebih dikedepankan daripada hak-hak kolektif.
·         Kebalikannya dengan yang ada dalam filsafat Timur, manusia individu justru dipandang sebagai bagian dari masyarakat. Dapat dikatakan, hal ini sinkron dengan cara pandang filsafat Timur terhadap hubungannya dengan alam.
  1. Ideal atau cita-cita hidup.
·         Ideal atau cita-cita hidup, dalam kebudayaan Barat meyakini bahwa “to do more important than to be” (bertindak lebih penting daripada berada). Sikap untuk mengisi hidup dengan selalu bertindak dan bekerja mendorong sikap pemilikan dan pencapaian hasil setinggi mungkin.
·         Sebaliknya di Timur, mempunyai keyakinan sebaliknya, yakni bahwa “to be is more important than to do” (ada dan hadir lebih penting daripada bertindak).

             3. Status persona
·         Barat memandang manusia sebagai individu yang berhadapan dengan masyarakat. Itulah sebabnya, dalam dunia Barat, hak-hak individu lebih dikedepankan daripada hak-hak kolektif. Kebalikannya dengan yang ada dalam kesadaran Timur, manusia individu justru dipandang sebagai bagian dari masyarakat. 

Sumber ilmu berasal dari slide show seorang Pak Dosen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar