Selasa, 31 Mei 2016

Kamu orang mana, kok ga hapal jalan sih ?

Ga sengaja liat merbabu dari merapi.
Flash back ke masa silam, dulu saya dari TK sampai SMA bosan sudah sekolah di kampung tepatnya di Kecamatan Jatilawang, Banyumas. Bosan bukan berarti tidak mencintai hanya butuh hiburan, lah kadang sebulan sekali saya bertamasya ke kota untuk membeli kebutuhan rumah tangga, ya jelas saya selalu menemani orang tua saya ke kota hanya untuk makan bakso favorite atau sekadar cuci mata yang juga di selingi belanja makanan yang tidak tersedia di kampung. Seringnya saya menaiki bus oren bernama ‘keluarga’ yang kalau duduk di buritan atau bangku paling belakang serasa naik komidi putar tapi muternya ke atas naik turun gitu lah haha. Kadang juga pernah kecopetan di bus dengan modus hipnotis dan mainan yang saya beli juga ikut hilang karena berada di dalam tas ibu saya haha sial sekali. Namun seiring perkembangan zaman dan semakin bertambahnya usia saya maka intensitas menggunkan bus sebagai moda transportasi utama mulai berkurang drastis.
Penyebabnya jelas karena saya sudah boleh menggunakan motor sendiri atau di beri tanggung jawab untuk mengendarai sepeda motor, tentunya dengan di embannya tanggung jawab itu ada persyaartan formal seperti adanya SIM di dalam dompet saya. Nah persoalannya untuk memperoleh SIM tersebut banyak sekali rintanganya mulai dari waktu yang terbatas dan prosedur birokrasi yang menyulitkan bahkan tidak efktif atau tepat sasaran, jelas itu fakta yang ada bukan mengada-ada, seperti test drive atau halang rintang yang lumayan sulit bagi para pemula, mungkin ibarat pemula terus testnya pake level advance ya mana mungkin lulus, sehingga muncul politik uang, siapa yang berani membayar sekian uang maka urusan beres dah. Kongkalikong meraja lela dan membudaya, apakah hanya saat inspeksi saja peraturan ketat tanpa politik uang berjalan ? mungkin bisa saja. Masalahnya adalah yang tidak tepat sasaran seperti teman saya yang masih berumur 15 tahun sudah memiliki SIM motor dan SIM mobil dengan hanya sejumlah uang orang tuanya dan pemalsuan tingkatan umur minimum yaitu umur 17 tahun. Saya cuman bisa ngangguk-ngangguk ketika bertanya tentang cara membuat SIM pada teman saya tersebut. Anak dibawah umur menggunakan mobil atau motor dengan SIM yang berasal dari politik uang apakah itu gagah ? lucu jadinya jika dipikir-pikir sih, geli-geli gimana gitu ngebayangin dulu kalau udah punya SIM duluan sebeleum waktunya. Karena saya baru mempunyai SIM sekitar umur 19 tahun dengan track record beberapa kali kena tilang karena tidak memiliki SIM dan melanggar lampu merah, oleh karena itu saya tidak begitu hafal jalan kota saya sendiri di banding dengan kota perantauan saya saat masuk ke dunia perkuliahan. Maklum saja setiap ke kota saya harus menunggu dulu di depan rumah untuk menyetop bus keluarga yang berwarna oren dan menempuh perjalanan satu jam kurang lebih, lalu setelah memasuki daerah kota biasanya berhenti dan menaiki angkot untuk menuju ke pusat perbelanjaan dan tempat-tempat makan favorite saya. Saya mendapatkan SIM pun dengan susah payah dan pada akhirnya harus melalui segenap proses politik uang tadi, memang saya tidak mau tetapi system memaksakan hingga saya bingung mana yang baik atau mana yang salah, mana hukum dan mana yang kejahatan ? bimbang memang tetapi ini sebuah keburukan yang menjadi andil kenapa saya menulis ini semua. Ada pula teman saya yang hingga umur sekarang tepatnya 22 tahun belum memiliki SIM sebab iya tidak mau melalui segenap proses politik uang itu, namun ada juga sepupu saya yang bisa lolos oleh system politik uang tersebut dengan test drive yang lancar dan cukup satu kali ujian test drive bisa lolos, yah begitulah soal SIM di dalam kehidupan saya bisa dikatakan saya pengkhianat kebenaran namun saya juga pembela kebenaran sebab jika tidak memiliki SIM pun saya melanggar hukum berkendara dan lalu lintas, dengan berkendara tanpa surat izin jelasnya seperti itu dan mengapa saya tidak hafal jalan kota saya sendiri karena saya dulu ke kota selalu menggunakan angkot dan bus jadi susah untuk menghafal jalan dan tidak memiliki SIM untuk berkendara ke kota itu. Mungkin praktik itu juga sampai sekarang masih berlangsung dan entah sampai kapan itu akan berlangsung.

Beberapa dokumentasi gak penting dari saya eaaa . . .
Pas lagi perjalanan singkat dan jauh ke Pacitan
Pas istirahat di pantai gratis ga bayar, entah sekarang
Pas di pantai yang bayar, Pacitan
Pas mudik dan sendirian terus haha
Pas ke Pekalongan ke rumah teman.
Pas main ke pantai ber empat eaaa
Salah satu moment yang epic, bareng seseorang di sana. eaaa. . .
Dari beberapa dokument perjalanan saya yang malah di luar kota saya, yang dulu biasa refreshing, dan semua ini karena saya diberi tanggung jawab untuk menggunakan motor sebagai transportasi utama. Namun pesan saya jangan terlalu mencintai benda atau kendaran yang sedang anda kasihi sekarang karena itu hanya benda atau media kita untuk menjelajah kehidupan, Sewaktu-waktu bisa rusak bisa tak berguna lagi dan yang terpenting adalah manusianya yang harus terus berguna jangan sampai rusak begitu saja, eaaaa. . . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar