Teman sekelas walau tak lengkap juga sih. |
Hmm rasanya banyak banget yang up-load foto di media social
soal wisuda bahkan sampai dengan quote berenda-renda dan meliuk-liuk, lucu juga
melihatnya kadang suka geli-geli sendiri melihat tingkah laku pemuda kini ini.
Memang secara materil dan intelektual apalah saya yang hanya warga biasa dan
pemuda biasa di negeri maha kaya ini, sebenarnya saya pun tak boleh
memprovokatif soal orang-orang yang merelakan wisudanya hanya dengan suka cita
dan berfotoria dengan di up-load ke medsos, siapa pula saya menyinggung mereka.
Tetapi saya berfikir dan merenungkan hal tersebut sudah lama dan terus
mengamati perjalanan dari euphoria para wisudawan ini melalui medsos. Dari sini
mungkin perbedaan antara penyindir dan pengkritik itu memang berbeda satu sama
lain, sebab menyindir itu karena kita tidak percaya diri lalu kita mencari
celah dari diri seseorang atau suatu hal yaitu keburukan atau hal-hal yang
menurut kita anggap aib dan apapun itu, sedangkan pengkritik adalah hadir
karena mereka merasa gerah dan resah yang memunculkan rasa ingin beropini,
berargumentasi soal apakah memang begitu caranya atau memang begitu seharusnya
atau tidakah ada yang lebih baik lagi selain itu ? dari rasa resah lalu muncul
rasa penasaran yang mewujud menjadi pertanyaan dan opini atau argumentasi
kepada objek yang di tuju.
Kembali lagi pada euphoria yang muncul ketika wisuda banyak
yang berfotoria, selfie dan sekadar memakai jubah kebesaran yang lucu dan
membuat panas seperti dalam ruang sauna untuk beberapa jam saja dalam seumur
hidupnya jika memang tidak melanjutkan ke tingkat akademik di atasnya. Bukan
kah kita sebagai wisudawan akan terjun langsung ke masyarakat yang
kompleksitasnya melebihi yang ada di dunia kampus yang relative adem ayem
walaupun ada juga masalah-masalahnya, idealnya sih wisudawan itu merenung dan
berfikir apa yang akan kita pilih selanjutnya setelah dunia kampus ini selesai,
apakah kembali ke kampung halaman atau lanjut ke tingkat akedemik selanjutnya
atau merantau lagi atau belajar ngaji agama, yang jelas pekerjaan bukan cuman
yang dikantoran dengan berdasi dan membawa draft, tetapi pekerjaan saat ini
seharusnya mencerminkan apa kita, apa yang telah kita dapat dari alam dan lingkungan
sekitar kita ini. Apalah daya fakta membuktikan melalui pengamatan dalam medsos
yang notabene adalah cerminan dari dunia nyata dari si pengguna walaupun itu
tidak absolute revo haha, kadang itu jadi paradox dalam kepribadian orang
sekarang yang cenderung vulgar di internet namun tertutup dalam social
masyarakat, tapi ada baiknya jadi kita tahu minimal dia bisa bercanda walau
lewat internet haha.
Yah pada intinya ketika saya nanti wisuda dan itu jelas
jalanan macet maka wisuda ini membuktikan dari sekian banyak sarjana muda yang
memang ingin merubah kemacetan saja terbilang nihil, walau ini moment tetapi
apalah arti moment jika bikin cepat-cepat pulang dan nyalain kipas angin di
kontrakan, apakah banyak sarjana muda yang sia-sia ? mungkin iya, mungkin
tidak, sebab itu pilihan ada di tangan kita masing-masing mau pilih optimis
atau pesimis, karena optimis merupakan sodara kembar pesimis, pikirkan saja.
Kasihan juga orang tua yang mengikuti euphoria wisuda,
panas-panas di jalanan yang macet dan di gedung serba guna yang kadang pengap
dengan ribuan orang datang, lalu apakah kebanggaan itu akan kita peroleh dengan
acara ceremonial seperti itu ? Mungkin iya tetapi jika dilihat dari apa yang
kita lakukan dan kita dapat, sharusnya kita tidak memberikan porsi terbanyak
pada apa yang kita dapatkan tetapi apa yang kita lakukan, itu keniscayaan yang
memang sudah takdir dan terimalah, bertakwalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar