Rabu, 25 Mei 2016

Kurangnya minat baca mengajak pada fanatisme yang destruktif

Membaca hmm mungkin suatu hal yang masih langka dalam territorial kebudayaan di negeri ini, budaya literasi ini jomplang dengan fanatisme yang membutakan. Ketika kita tidak mengulik lagi sebuah ajaran agama hanya mempercayainya saja tanpa pernah berfikir untuk membuktikannya walau bukan berarti dengan pembuktian kita menyangsikan wahyu Tuhan yang memang sudah tidak bertumbuh lagi dan itu paten, tidak bisa kita tambahi dan kurangi atau sekadar mengkritisinya namun yang harus dikritisi adalah tafsir-tafsir manusia yang didapat dari wahyu Tuhan itu karena tafsir itu rentan dan tidak absolute seperti wahyu yang tak terelakan. Kembali budaya literasi, bahwa kenyataan orang tua masih ada yang melarang kita untuk bebas berfikir dan mebaca.
Ada yang beranggapan bahwa jika kita terlalu banyak bergaul dengan buku-buku yang aneh dan tidak bisa dimengerti maka yang timbul adalah sebuah phobia terhadap istilah baru, pemikiran baru dan cenderung meremehkan ide-ide baru yang memang belum mapan karena ini konteksnya bertumbuh. Lalu lebih menyedihkannya lagi bahwa orang tua hanya menganjurkan saja pada satu kitab yaitu kitab suci dan menelannya secara mentah-mentah dalam konteks logika, memang dalam konteks iman kita harus penuh percaya tetapi ketika sisi logika itu dibiarkan mengambang maka yang ada hanyalah sesuatu kehampaan yang gulita di tengah gemerlapnya Iman dalam jiwa manusia. Jika kita berbicara ilmiah jelas hal materi saja yang kita dapatkan dan lama-kelamaan itu pun akan kering kehidupan kita, oleh sebab itu kita harus melek literasi agar kita tidak langsung termakan oleh keilmiahan yang tidak absolute, untuk terus memepertanyakan kebenaran yang logika dan nuraniah atau keimanan. Di samping itu kita juga berusaha mengulik wahyu Tuhan yang di tafsirkan oleh manusia.
Membaca adalah kunci ketika kita tidak ada lagi ruang untuk mengungkapkan pertanyaan pada seseorang diluar pemikiran kita, membaca seketika bisa merubah bahwa yang seharusnya kita tanyakan adalah hilangnya fanatisme buta atau kecintaan yang buta terhadap suatu hal hanya karena kita belum tahu bahwa bumi ini bukan cuman sebuah ideology, bukan cuman satu agama, bukan cuman satu bangsa tapi bumi ini memiliki kekompleks-an yang jika kita hanya mengetahui satu maka hambar lah hidup kita, seperti kopi robusta yang di sangrai lumayan lama sehingga bisa dikatakan menjadi arang atau karbon yang di seduh tanpa gula atau kayu manis atau madu maka hanya pahit yang kita temui, hanya keputusasaan yang kita akrabi, orang boleh bilang jika kopi yang asli itu kopi tanpa campuran apapun, hanya arang atau karbon yang di seduh lalu kita sesap, itu lah fanatic mereka tidak tahu atau belum tahu seni meramu bahan yang menciptakan cita rasa yang beragam dan karena manusia pun beragam maka setiap racikan memiliki penggemarnya.
Budaya membaca dan budaya literasi seharunya kita miliki untuk mengetahui bahwa daya untuk menyingkap cinta buta atau fanatisme itu melalu ilmu dan wawasan yang memang ingin kita baca dan ingin kita ketahui tanpa paksaan dan tanpa otoriter dari pendidikan yang selalu mendoktrin hal-hal yang seharusnya tidak terinstal dalam otak sehingga menghambat kinerja otak untuk terus berkembang menajdi pada tingkat terbaiknya.

Membaca lah sebelum kau tahu banyak hal agar kita juga bisa berpikir bijak walau hidup belum tentu bijak kepada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar