Saat itu aku berbincang dengan hipo. |
Hiduplah pemuda bodoh di negeri nan kaya, ia adalah seorang
yang peragu namun ia tahu kenapa menjadi peragu sebab ketika ragu maka akan
muncul sebuah pertanyaan-pertanyaan yang mencoba dipikirkan walau pemuda itu
bodoh tetapi ia berfikir kenapa dan bagaimana ia bisa ragu. Keraguannya
terhadap cinta, terhadap pemaknaan seseorang tentang cinta yang masih
terbelenggu segumpal besi yang mengeras dari yang cair. Pemuda bodoh lalu juga
peragu, ia sudah memberikan segalanya dan untuk seseorang ia mampu bersabar,
walau ia tahu sabar saja hanya akan menghasilkan ketidak mungkinan dan itu
adalah sebuah keniscayaan bagi peragu yang bodoh namun sanggup berfikir.
Katanya ia memiliki sebuah kelebihan untuk memulai semua ini, sebuah modal
untuk terus mengasihi. Matanya tidak polos lagi semenjak ia mengenal yang di
kasihinya, ia mulai beranjak menjadi seseorang yang bersikap dan berani untuk
mengungkap bahwa semua itu adalah masalah yang sama dengan apa yang jua dialami
oleh orang lain di bumi ini.
Materialistic dan artificial adalah sesuatu dewa
yang terbarukan. Apakah pemuda itu sudah mati kini ? entahlah suatu pulau
mungkin jadi tempat ia pensiun muda, karena ia pemuda.
Banyak pulau di negeri ini boleh kah pemuda itu memiliki
satu pulau kecil untuk ia menyepi dan bernaung dari panasnya matahari kota,
riungnya panggung pejabat kota, bisingnya industry perkotaan dan berlindung
dari teriknya orang-orang kota. Sudah adakah orang-orang yang menjual pulau
tersebut dengan harga murah atau adakah yang mau membagi pulaunya untuk pemuda
bodoh ini ? mungkin perlukah dipersyaratkan agar pemuda ini bisa pensiun muda ?
entah itu kata yang mudah diucapkan namun kadang menjadi pertanyaan yang
mengada-ada. Mungkin perlu membuat pulau sendiri dari uang-uang pejabat yang
banyak itu, uang yang berasal dari pemuda bodoh seluruh negeri yang pejabat
gunakan untuk keliling dunia sendirian saja tanpa ada maksud mengajak para
pemuda bodoh namun bisa berpfikir. Pemuda kok pensiun muda sih ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar