Minggu, 29 Mei 2016

Plastic import atau brandnya yang import ?

Dipikir-pikir ternyata pengeluaran untuk servis kendaran bermotor, berbahan bakar minyak bumi, berbodi plastic bikin sakit dompet. Apalagi jika kita habis nabrak dan harus ganti spare-partnya hmm lumayan dah bisa dapet buku bacaan sepuluh biji deh, di baca sebulan gak rampung-rampung tuh. Tapi apa daya kita sebagai bangsa belum bisa atau belum berani membuat brand sepeda motor 100% murni aseli paten dari Indonesia, kita msih menguntit pada brand luarnegeri yang dalih produksinya di dalam negeri namun barndnya tetep dari luar ya enak deh yang punya brand, kita ngerakit sendiri, onderdil sebagian buatan dalam negeri namun yang dipajang brand bangsa luar, kalau brand sendiri kan setidaknya kita bisa bangga pas nabarak brand luar tuh, bisa bandingin plastic mana yang bagus hehe. Aduh ini gimana yah orang-orang kok ga ada yang riset dan mengembangkan produknya sendiri lalu bisa jadi industry atau minimal jadi kebanggaan bangsa gitu loh gaes, mulai dari sepatu, kaos, celana dan tas kok ya pakai brand luar negeri ? apakah brand local atau brand nasional itu ga bagus-bagus yah ? yah ternyata kita mampu, skill kita mumpuni, bahan melimpah, riset banyak yang mendalaminya namun tak terapresiasi dan izin lumayan runyam dengan alur birokrasi yang berbelit-belit kaya belitan ular python tuh. Jadi bijaknya tak harus ada yang di salahkan namun bencinya ini Negara sendiri kok produk nasional dibikin susah, hey !.

Kaitannya, Ketika malam itu saya menabrak pak pensiunan PNS yang entah kenapa bisa saya tabrak dan saya lah yang menjadi tersangka kesalahannya. Peran ini cukup membutuhkan acting dari actor yang bisa sabar dan penuh dengan uang di dompetnya, dermawanlah pokoknya. Sedangkan peran yang di seberangnya adalah antagonis yang cukup mengandalkan sifat kapitalisme yaitu mengeruk keuntungan yang sebanyak-banyak dari insiden epic malam itu, yah pemeran tersangka penabarak meminta keadilan melalui musyawarah mufakat yang bertujuan untuk berdamai, namun apa daya pemeran korban yang atagonis mengartikan damai dalam arti kapitalis dengan membayar sejumlah uang ratusan ribu pada detik itu juga untuk meloloskan dari rasa kesalnya karena di tabrak oleh saya ini pemeran tersangka yang sabar haha, lalu kenapa pula saya tidak memiliki cukup uang untuk melunasi saat itu juga dan perdamaian hanya bisa di lalui melalui jalur transaksional uang, bukan melalui kebijaksaan selaku orang tua pada pemeran korban antagonis, dari titik ini saya sudah merelakan saja karena musyawarah berubah jadi transaksional belaka, perdamaian pun berubah menjadi lembaran uang berwarna merah tiga lembar yang sebagian saya pinjam dari teman. Dan anehnya pemeran korban tabrak yang antagonis tersebut mengatakan seperti ini “iya mas saya juga pernah kost dan jadi anak kuliahan” perkataan itu muncul saat saya mencoba bertransaksi dan berkata “Pak kalau saya lunasi sekarang uang saya tidak cukup, saya mahasiswa yang buat makan pun masih minta orang tua dengan jatah pas-pasan, jika membayarkan semua itu sekarang, mau makan apa saya besok Pak ?”. memang saya yang menabarak karena saya salah, saya kurang memperhatikan jalan sekitar karena sedikit meleng dan sedikit banyak keder mencari jalan, tetapi keadilan itu tak nampak pada korban yang notabene orang tua ber anak tiga yang umurnya 50an tahun namun tak jua bisa mengerti dan memaklumi. Kata itu terus di ulanginya hingga tiga kali kata itu menyakitkan bagi saya korban yang juga mencoba bijak namun kebijakan itu bukanlah akhir, “iya mas saya juga pernah kost dan jadi anak kuliahan” lah terus bapak tetep minta saya bayar kerusakan motornya secara full dan detik itu pula dengan opsi jika sekarang tidak adak sejumlah uang tersebut perdamaian kita di pending sampai besok pagi dan kita bertemu di bengkel sekalian benerin motor dia orang, lah motor saya juga rusak lah Pak tetapi apakah bapak juga memikirkannya ? tentu tidak lah kan saya yang nabrak toh saya yang salah toh, salah sendiri nabrak. Nyesek nih hati melihat perdamaian hanya diartikan dengan sejumlah uang dan musyawarah mufakat menjadi transaksional belaka yang satu pihak dirugikan tanpa bisa menawar disebabkan kesalahan yang tak termaafkan. Fvck this old man !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar