Senin, 30 Mei 2016

Terkungkung dalam kebebasan dan kemerdekaan

Waktu itu di solo lagi mural bareng, berekspresi bareng gitu sih.
Pemuda, seorang yang pantang menyerah, seseorang yang penuh dengan gairah. Petualangan kadang adalah hobinya, kadang humor adalah prinsip hidupnya. Suatu ketika pemuda adalah pemimpinnya, memimpin negeri. Pemuda awal dari kebebasan dan kemerdekaan dan pemuda pula yang pertama kali untuk memberontak kebebasan dan kemerdekaan itu. Suatu purnama pemuda bernyanyi karena hatinya sunyi, jiwanya melayang, mengambang diatas cermin bulan, cermin dari langit purnama. Sesuatu yang garing menjadi pemuda yang terkungkung oleh kemerdekaan dan kebebasan. Pemuda yang hingga ajalnya terjebak pada pemikirannya. Sungguh lautan dan lembah pegunungan adalah tempat bertualang untuk belajar apa arti kemerdekaan itu. Bukan hanya mejelajah melalui kertas dan maya yang terbarukan. Malas kaki untuk sekadar menjelajah, untuk sekadar mampir dan berkata bahwa dunia ini cukup untuk kita semua bukan untuk satu orang saja. Ah kenapa pula dunia ini tercipta begitu luasnya namun pemudanya terkungkung dalam kemerdekaannya sendiri terkungkung karrena malas melangkah. Lihatlah hal yang indah sebelum kita merasa bahwa dunia ini cuma sekadar kota yang gersang. Setelah selesai melangkah apakah itu sudah cukup ? apakah kita bisa bahagia ? lalu apa itu melangkah dan bahagia kenapa kita jua menajdi pemuda di tanah yang indah ini. Rasa-rasanya kelucuan dalam kebahagiaan dan kebebasan adalah murni bukti dari segaris citra foto satelit penjelajah luar angkasa.

Mungkin saya juga sebagai pemuda terkungkung dalam pemikiran dan dunia maya atau kertas seperti buku, itu sangat mungkin terjadi. Belum diberikan oleh sang waktu untuk melangkah dengan seribu bekal pengalaman dari dunia maya dan dunia kertas. Kadang jua mungkin hanya lewat pengamatan dari maya, pemikiran ini menjelajah hingga ujung dunia, puas ? tentunya ini perlu pembuktian diri agar nanti kita tahu hakikat mencintai dan di cintai, tanpa kita merasakan jarak dan rentangan waktu yang berbeda tak akan pernah muncul kata rindu, tak akan pernah berhasil kita menytakan cinta karena jarak dan rentang waktu itu punah oleh teknologi. Memang bagus sebuah teknologi namun apakah manusia siap untuk tidak lagi berkelana dalam kebingungan dan keterasingan diri karena teknologi ? manusia mahluk yang kesepian di tata surya, mahluk yang hanya bisa mendengar dengan kuping dan melihat dengan mata, tak jarang yang hanya menggunakan mata hatinya saja. Namun sesungguhnya masih ada kehidupan yang tak kasat mata. Jiwa kita sendiri pun sesungguhnya juga tak kasat mata, namun kita tidaklah sadar betul akan hal itu. Pemuda mulai nyaman untuk diam dalam diamnya dan mulai nyaman dalam teriakan-terriakannya yang kosong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar